__
Satu hal yang baru gue sadar di umur 30 tahun ini adalah: pagi hari tuh indah banget. Oke, gue emang pernah menulis tentang gimana gue jatuh cinta dengan pagi ini
Tapi, ketika lagi mandi pagi ini, saat punggung gue kena air dingin, sewaktu kepala gue basah tadi, gue merasa berbeda.
Gue membayangkan aktivitas yang gue jalani belakangan ini. Gimana bangun pagi terasa begitu menyenangkan. Gimana mata yang ngantuk ditabrak kopi, dan gue bisa melihat semuanya. Semua yang ada di sekeliling ini–orang di sekitar, pahitnya kopi di dalam gelas, suara angin yang meniup dedaunan, knalpot motor itu, semuanya.
It warms my heart.
Pagi yang menyenangkan ini, dan semua aspek yang ada di dalamnya, justru mengingatkan gue kepada hal lain: bahwa mungkin hal-hal indah memang tidak untuk semua orang. Hal-hal indah bukan untuk orang yang malas, seperti gue di waktu-waktu kemarin. Seperti gue yang menganggap sepuluh pagi itu masih pagi, yang merasa bahwa hari masih panjang, yang berpikir dan pasrah bahwa mereka yang bisa sukses cuma orang yang punya privilege.
Entah kesambet apa, tapi di bawah guyuran shower tadi semua aspek itu bikin gue mikir. Bahwa bunga yang mekar dan cantik itu bukan untuk mereka yang malas. Butuh sinar matahari, butuh air, butuh manusia yang hadir untuk tanaman itu, hari demi hari. Mereka yang malas tentu bisa mendapatkannya. Mereka bisa beli ke toko, meletakkannya di meja kerja, mengaguminya. Tetapi, gue gatau gimana cara ngejelasinnya, momen ketika lo melihat tanaman lo akarnya bertumbuh, muncul daun-daun kecil satu per satu, sampai bunganya mekar itu… itu ajaib.
Dan begitu juga hal-hal indah lain.
Hangatnya sinar matahari pagi dan sore bukan untuk mereka yang malas. Air terjun yang cantik dan megah itu bukan untuk orang malas. Ketenangan pagi buta saat salat subuh dalam ruangan gelap itu bukan untuk mereka malas. Wangi roti boy di stasiun kereta bukan untuk orang malas. Jogetan boneka Wawawa di toko cat yang lucu itu. Hiburan Itu bukan untuk mereka yang malas. Mereka yang bisa menikmati semua keindahan ini, jelas bukan orang malas.
Kalau dipikir-pikir, manusia juga begitu. Otot kaki tukang becak itu pasti tidak dimiliki orang yang malas. Manusia-manusia yang jogging di GBK itu pasti bukan orang malas. Mereka yang indah otaknya, cerdas pemikirannya, menyempatkan baca buku itu, bukan pemalas. Mereka yang tenang emosinya pasti bukan orang malas. Manusia-manusia ini hanya bisa jadi manusia yang indah karena mereka tidak malas. Mereka berusaha. Hari demi hari. Sempat tidak sempat, terus menerus, sampai tidak sadar bahwa mereka telah mekar.
Kresnoadi DH
__
Kalau suka karya gue dan mau bikin gue bisa ngopi, bisa klik ini:
📝 Yang Gue Lakukan Belakangan Ini:
Nyoba makan padang dan rasanya bukan kayak masakan padang. Oh, ini mungkin ketiga kali gue makan padang di Bali dan belum nemu yang rasa padangnya tuh padang banget. Hehe.
Setelah sekian lama, akhirnya hari jumat lalu gue bulutangkis lagi! Horee! Entah gimana hidup ini berjalan, tapi gue join sama kantor orang.
Semalem nonton dokumenter berjudul “The Lost Children”, tentang pencarian 4 anak di hutan amazon gara-gara pesawatnya jatuh. Rekomen!
Gue lagi bikin template untuk konten kreator supaya bisa sustain dan hidup lebih teratur. Mudah-mudahan aja cepet jadi hohoho.
🧠 Yang Gue Pikirin Belakangan Ini:
“Banyak banget dah hal-hal random yang ternyata cantik. Kayaknya hidup itu mostly begitu deh: chaotic yet beautiful.”
📸 Foto-foto Belakangan Ini:








Suka, suka.. Semangatt trs ka.