__
Kacamata gue nggak pernah bener.
Kacamata pertama gue dibeli di tukang aksesoris motor. Dan begitu juga kacamata kedua, ketiga, yang berikutnya, dan berikutnya lagi. Setelah entah berapa kali hilang, gue mencoba ke step berikutnya: kacamata shopee.
Yang gue maksud kacamata shopee adalah kacamata gajelas tanpa merek seharga dua puluh ribuan. Makanya, ketika ada orang nanya soal kacamata, gue sendiri bingung mesti jawab apa. Begini susahnya jadi orang keren. Barang-barang gembel dikira mahal semua (ya, gampar aja saya).
Kacamata pertama yang gue beli di toko kacamata berasal dari Sunset Eyewear sewaktu di Bali. Itupun rasanya kayak bukan kacamata benaran yang orang beli di optik-optik terkenal karena harganya cuma seratus ribu.
Masalahnya, mata gue benaran error. Gue susah ngeliat benda lurus. Tapi mampu melihat benda bengkok (loh?).
Setelah bertahun-tahun dan ngerasa mata gue makin gak beres, kayaknya tahun ini tahun yang pas deh untuk gue punya “that kacamata beneran.”
Ya, gue akan beli kacamata sebagai kado ulang tahun gue di tahun ini. 22 Januari.
Tapi, kacamata apa?
Gue sama sekali nggak paham merek kacamata. Masuk ke toko kacamata di mal aja gue masih tengsin. Kayak, bukan tempat gue aja gitu. Itumah tempat untuk orang-orang kaya. Apalagi kalo baru masuk mbak-mbaknya langsung nanya dan ngikutin kita. Aduh, auto pengen nyanyi “kau kira aku suhu ternyata aku cupu salah orang~ kamu salah orang~” sambil nembak mbak-mbaknya pake jari.
Gue nanya ke temen-temen yang make kacamata dan akhirnya dapat beberapa nama. Mulai dari Saturdays, OWL, sampai Mollucas.
Dari ketiga brand tersebut, gue riset dan entah kenapa kepengin yang agak lain dari kacamata-kacamata gue sebelumnya. Gue pengin yang berwarna, yang beda, tetapi nggak bikin keliatan kayak fakboi. Setelah browsing sana-sini, gue kepincut sama Surakarta Azure Blue-nya Mollucas. Asli. Ini kacamata cakep banget. Dari browsing online, gue mutusin buat nyamperin langsung ke booth-nya di Grand Indonesia.
Dan bener aja. Ini sesuai sama yang gue bayangin. Warna birunya cakep, nggak norak, dengan tangkai transparan yang bikin kacamata ini tambah manis. Satu-satunya hal yang kurang pas di gue adalah fitting-nya yang agak kesempitan.
Dan harganya.
Harga frame-nya 800 ribuan coy.
Jujur aja, sebenarnya gue udah nge-budgetin 1,5 juta untuk punya kacamata. Tapi, entah gimana ceritanya, sepulang umroh awal Januari kemarin, kuping gue sakit dan gue harus ke rumah sakit dan make SATU KOMA ENAM JUTA BUAT MASUKIN AIR ANGET KE KUPING.
Jadilah budget gue untuk kacamata sama kayak makanan bergizi gratis: sisa ceban.
“Ini kalo untuk lensanya berapa ya, Mas?” tanya gue, sok pede padahal dompet menangis.
“Kalo boleh tahu, Masnya minus berapa?”
Di dekat counter gue melihat sebuah benda seperti mikroskop berwarna putih di atas meja, alat untuk mengecek mata. Gue duduk di kursi depan alat tersebut.
“Aku boleh cek mata dulu nggak, Mas?”
“Oh, silakan.” Si mas ini lalu menyiapkan semuanya. Gue menempelkan wajah gue tepat di depan alat tersebut, lalu melihat gambar balon udara berwarna merah kuning. Balon udara ini berubah-ubah fokusnya. Dari blur, menjadi fokus, lalu buram kembali, dan fokus.
“Yak, sudah, Mas.”
Si mas kemudian memperlihatkan sebuah kertas seukuran struk ATM. Hasil tes mata gue. Hasilnya, mata kanan gue minus 1,5 dan silinder 2,75. Sementara yang kiri minus 1,25 dan silinder 2,25.
Melihat tulisan itu masnya diam sebentar.
“Gimana, Mas?”
Si mas meletakkan kertas tersebut di atas meja, lalu mengambil sebuah buku besar. Dia membolak-balik sampai ketemu satu halaman yang dia cari.
“Berhubung mata Mas silindernya besar (lebih dari dua), pilihan lensa kami mulai dari ini.” Si mas menunjuk ke salah nama di dalam tabel. “Harganya 880 ribu.”
“Ber-berapa, Mas?”
“880 ribu, Mas” Belum selesai gue mencerna kalimat mas tersebut, dia melanjutkan, “karena kebetulan untuk lensa ini kami tidak ready stock, jadi harus preorder dulu. Kira-kira sepuluh hari.”
Gue mau pingsan.
Baca juga: Akhirnya, Lembek di Lombok
__
Beberapa hari kemudian gue masih ngimpiin si Surakarta ini. Gue buka Shopee, liat lagi model dan reviewnya. Pingsan dalam keadaan naksir. Lalu, begitu siuman, ngebuka Instagramnya Mollucas, ngeliatin orang-orang yang make kacamata ini. Mereka keren-keren banget.
Gue pengin jadi bagian dari orang-orang keren ini.
Tapi, sekarang gue udah gak ada duit 1,6 juta.
Berbagai pertanyaan berkecamuk. Apa gue maksain pakai duit tabungan? Apa nanti aja? Apa IPK Gibran emang 2,3 ya? Tapi, kata salah satu sisi gue di dalam hati, menurut orang-orang, kacamata adalah kebutuhan. Tapi, balas sisi gue yang lain, kebutuhannya adalah punya kacamata, bukan Mollucas-nya.
Shit. Gue galau.
Minggu depan gue ulang tahun dan semakin panik kalau rencana beli kacamata untuk dipakai di hari ulang tahun akan gagal.
__
Hari berikutnya bergerak lebih lambat karena kerjaan gue adalah buka akun-akun kacamata. Gue nemu Zonakacamata yang harga frame-nya kurang lebih sama. Nemu Peeps. Nemu Heykama. Gue juga datangin store-nya Saturdays dan OWL yang pada akhirnya nggak membuahkan hasil karena nggak nemu jenis kacamata berwarna yang gue pengin.
Di antara semua kacamata, entah gimana gue terpapar dengan kacamata Heykama. Ini merek yang hits banget karena tahun lalu dipakai Mas Bre yang banyak diparodiin orang ketika dia dengan ketampanannya merekam diri sendiri sewaktu kerja. Dia juga pernah kolaborasi dengan Reality Club ngeluarin Sunglasses. Heykamanya. Bukan Mas Bre. Mas Bre mah kayaknya pernah collab sama Mas Yanto.
Meskipun harga frame-nya murah (mulai 200 ribuan), tapi beberapa fakta tadi ngeyakinin gue kalau Heykama bukan merek abal-abal. Bisa lah dibilang kacamata beneran.
Gue nontonin Live Shopeenya, nanya, dan konsultasi tentang lensa berdasarkan hasil cek mata yang gue dapat dari Mollucas. Masih tidak yakin, malamnya gue nanya lagi melalui Live TikTok-nya.
“Kak, coba liat frame Najio dong, Kak!”
“Kak, kalo lensa silinder lebih dari 2 yang mana ya, Kak?”
“Kak, joget Sadbor dong, Kak!”
Setelah si kakaknya “Hobaahh! Hoba! Hoba! Heyyy!!! Obadidaww?!” sambil loncat-loncat mundur dengan satu kaki, dia ngasih tahu bahwa untuk mata dengan silinder lebih dari dua, lensanya mulai di harga 770 ribu. Lensanya pun preorder dan kira-kira baru akan selesai selama 5 hari.
Kamprettttt. Tetap aja mahal.
Padahal lensa-lensa lain sampai minus 10 ada yang harganya 200 ribu selama silindernya di bawah 2. Gue pun berkesimpulan kayaknya lensa dengan silinder tinggi emang lensa khusus yang lebih mahal dari harga normal deh. Dan beli di tempat manapun, harganya emang di kisaran segitu.
Si kacamata Mas Bre ini ada yang warna biru. Tidak semanis Mollucas, tapi nggak jelek juga. Masalahnya, Heykama ini nggak punya offline store, jadi gue nggak bisa nyoba fitting-nya di muka gue.
Gue cek di Shopee kombinasi frame dan lensa tersebut: 1.041.367. Pindah lagi ke TikTok. Bandingin harganya: 1.008.400.
Gue tutup aplikasi.
Tidur dalam keadaan galau.
Baca juga: Yang Orang Gatau dari Video YouTube Terakhir Gue
__
18 Januari pagi.
Buka TikTok, tap bagian shop. Menatap kacamata Heykama Najio biru lengkap dengan lensanya di dalam keranjang. Kotak kecil merah dengan tulisan “buy” nungguin gue.
Ulang tahun gue 4 hari lagi.
Bikin lensa butuh lima hari.
Udah lah. Gue beli atau nggak pun, rencana gue memakai kacamata baru sebagai kado hari ulang tahun tetap gagal. Gue lemes, tidak se-excited minggu lalu.
Gue menekan tombol buy. Lalu kepikiran agar tidak mengganggu keuangan dan nggak make tabungan, gue bayar pakai kartu kredit aja. Dengan cicilan 6 bulan, per bulannya cuma seratus ribuan.
Tap. Tap. Tap.
Isi isi. Pembayaran. Isi pin.
Gue geletak.
Selesai juga drama hari ulang tahun ini.
__
Ternyata belum.
Besoknya sorenya, gue bengong di garasi. Dengan satu kotak putih seukuran box handphone di tangan.
“Bang?”
Si Abang paket diam di motor. Dia menatap lurus ke arah gue. Tanpa ngeluarin sepatah kata pun.
“Nggak jadi, deh, Bang.”
Si Abang jalan. Dengan motor penuh kardus dan kotak. Meninggalkan gue tanpa penjelasan. Dramatis abis.
I-ini apaan?
Kotak putih dengan bubble wrap transparan. Terpampang jelas tulisan di kotak tersebut: “heykama”. Lengkap dengan gradasi merah biru di belakangnya.
Gue tahu ini kotak kacamata. Gue tahu ini heykama. Tapi… INI APAAN?
Bukannya seneng, gue bingung campur ragu. Gak mungkin gak, sih, bikin lensa secepat ini? Masa sehari doang?
Takut salah, gue tidak berani membuka paketnya. Akhirnya cuma meletakkannya di meja kerja dan memilih buat nge-chat Heykama lewat TikTok.
“Oh iya, Kak. Nanti kami akan kirim dua kali. Yang pertama cuma box kosong dengan pembersih lensa. Yang kedua baru kacamata lengkap dengan lensa baru yang sudah kami pasang ya.”
Gue gak paham kenapa prosedurnya gitu, tapi ini bikin gue lega.
Hari ini gue nggak begitu fokus ke urusan kacamata karena belakangan ini gue juga sedang bikin Projek Blue Room. Projek mengubah kamar gue menjadi studio untuk shooting konten-konten berikutnya. Makanya, beberapa hari ini emang lagi superbanyak paket yang datang. Mulai dari pajangan, rak, sampai cermin.
Dan tibalah kita di hari ulang tahun.
Rabu, 22 Januari. Minggu lalu.
Karena rencana gue kasih kado untuk diri sendiri dan bikin video tentang itu batal, jadilah gue pengin hari ini menjadi slower day. Gue pengin santai-santai. Datang ke Blooms Coffee di Bintaro. Ngobrol sebentar sama baristanya yang baru gue kenal, baca buku sambil nulis, lalu cari keperluan untuk projek Blue Room di Ace Hardware (gue baru tahu berubah jadi Azko) di Bintaro Exchange.
Tapi, pagi itu gelap. Gue yang baru selesai mandi jadi galau. Berangkat nggak ya? Apa tunggu sampai hujan reda aja? Itu beneran gasih IPK Gibran 2,3? #masih
Gerimis turun duluan sebelum gue selesai membuat keputusan.
Gue duduk di kamar, ngebayangin sudut-sudut yang akan gue taruh tanaman.
“Misi, paket!”
Kombinasi gerimis yang mulai reda dan abang paket bikin gue berubah jadi anak kecil yang mengejar tukang es krim. Gue lari ke depan, mikir apakah ini vas yang gue beli, atau tanaman, atau lampu?
Si abang paket mengenakan jas hujan hitam. Meninggalkan gue yang kebingungan. Memegang satu kotak putih yang pernah gue pegang tiga hari lalu.
Kotak kacamata.
Bukan. Ini bukan kacamata biasa. Ini kado untuk diri gue sendiri. Tepat di hari ulang tahun. Hari ini.
Gue mau nangis karena rasanya kayak di film-film. Bedanya, nggak ada kamera yang merekam, nggak ada kru yang megangin lighting. Nggak ada sutradara yang ngomong cut.
Yang ada cuma gue yang bengong sendirian. Belum bisa memproses ini semua.
Gue masuk ke kamar. Menyandarkan hape ke tembok, merekam proses unboxing. Kalau-kalau ada hal yang nggak beres.
Cutter sana. Cutter sini. Angkat satu sisi kardusnya. Buka.
Heykama Najio biru terpampang nyata.
Gue nyengir dan deg-degan. Setelah 32 tahun hidup. Setelah bergonta-ganti kacamata gajelas. Inilah kacamata beneran itu. Kacamata yang ada minus dan silindernya.
Di depan cermin, gue pasang kacamata ke muka. Fitting-nya agak longgar. Tapi nggak jelek juga.
Satu detik. Dua detik. Tiga detik.
Gue berdiri. Mencoba jalan… lalu pengin muntah.
Kayak ada yang salah sama kacamatanya. Gue gak tahu apa karena ini pengalaman pertama gue. Apa emang gini rasanya make that kacamata beneran? Tapi kok nggak enak? Gue puyeng, dan begitu jalan rasanya dunia kayak berputar. Gue baru tahu make kacamata sama kayak nenggak whiski di gelas kelima. Kalo emang make kacamata rasanya kayak gini… gue mending… mending nenggak whiski deh (anjaz).
Fix. Ada yang nggak beres.
Gue bisa aja maksain make ini untuk gaya karena secara tampilan simpel dan oke-oke aja. Tapi kayaknya tiap jalan gue bakal keliatan kayak orang kurang tidur karena sempoyongan.
Perlahan-lahan, perasaan excited berubah kecewa.
Gue berhasil punya that kacamata beneran di hari ulang tahun. Sebuah hal yang gue pengin dari lama. Tapi kacamatanya nggak bisa dipake. Tapi dia ada di depan mata gue. Tapi nggak bisa dipake.
Kebayang nggak sih betapa nyebelinnya? Rasanya tuh kayak… kayak kamu beli kacamata, tapi ternyata nggak bisa dipake (sungguh tergambarkan bung).
Dari sini, seperti bagaimana pikiran kita menjadi magnet bagi dunia, perasaan negatif gue berefek ke hal-hal lain. Pukul sebelas gue berangkat ke kafe langganan baru. Ternyata barista yang baru-baru ini gue kenal sedang cuti, digantikan mas-mas part time dari coffeeshop sebelah. Di tengah menulis, kafenya mati lampu karena di Bintaro ada perbaikan PLN.
Berusaha menghibur diri, gue pindah ke Bintaro Exchange. Datangin Oh! Some, ngeliat apakah ada barang yang berpotensi untuk gue beli untuk projek Blue Room. Ke Paperclip, ke Azko, ke Miniso. Tapi gue bergerak kayak zombie. Nggak ada soul-nya. Akhirnya gue beli pajangan berbentuk vinyl di Flying Tiger, dan udah. Gue nggak punya tujuan lagi. Gue duduk di bagian luar. Diam. Memandangi semuanya. Awannya mendung, dan begitu juga yang lain. Orang-orang yang lewat, pohon-pohon di taman itu, bangunan besar ini, semuanya tampak kurang berwarna. Tidak mau kehujanan di jalan, gue memutuskan masuk ke The People's Cafe, beli soto dan mendoan.
Lalu, begitulah hari ulang tahun gue berakhir.
Hari yang sendirian dan gloomy dan tidak ada rasanya.
__
Besok paginya gue baru ingat kalau Radit make kacamata. Sewaktu main Tree of Savior bareng, gue curhat tentang ini.
“Wah, lo belinya online sih ya,” katanya. Dia kemudian cerita kalau dulu sempat punya pengalaman kacamata error karena pemasangan lensa yang salah. “Gue waktu itu titik fokusnya salah. Lo bisa jadi gitu, makanya puyeng.”
Dia kemudian ngasih rekomendasi optik di Pamulang yang oke, dan nyaranin cara terbaik membeli kacamata: pilih frame-nya dulu. Beli dan biasain, lalu baru pasang lensanya di optik, supaya bisa ngepasin sama kondisi mata terkini.
Bener juga ya. Kenapa gue nggak kepikiran dari kemaren?
Berbekal pengalaman Radit, gue datangin optik. Saat ini pilihan gue ada 2. 1) Minta cek lensanya, apakah sesuai dengan resep yang gue kasih ke Heykama, lalu minta pasang lensa normal (tanpa minus dan silinder) yang dikasih Heykama, atau 2) gue minta pasangin lensa baru dari optik sekalian cek mata ulang.
Fakta yang gue temukan: lensa yang dibuat Heykama KEBALIK dari resepnya. Mata gue yang kanan dibuat di lensa kiri dan yang kiri untuk kanan.
Pantes aja gue puyeng setengah mampus. Gue belom punya skill juling.
Akhirnya, gue minta untuk cek mata yang lebih update. Kali ini tidak hanya menggunakan benda mirip mikroskop, tetapi juga mencoba memakaikan lensanya di mata gue. Hasil paling oke untuk saat ini, mata kanan gue tetap sama (minus 1,5 dan silinder 2,75) sementara yang kiri minus 1,5 dan silinder 1,75.
Fakta lain: LENSA DI OPTIK HARGANYA CUMA 600 RIBU. MANTAP.
Akhirnya gue tetap keluar duit tabungan. Mau gimana lagi. Demi hepi dan kacamatanya bisa kepake. Ngurus di optik ternyata prosesnya cepet banget. Sorenya gue bisa ambil kacamata dengan lensa baru.
Gue curhat masalah ini lewat chat TikTok Heykama. Eh, ternyata dia mau refund lensa seharga 780 ribuan.
Gue nangis karena happy.
Sekarang, gue kalo ditanya kacamata beli di mana gue bisa jawab beli di sini. Hohoho.
Drama banget dah najis mau beli kacamata doang. Fak.