Play with Strangers - Jogja (Paddle Board Sungai Oya)
main paddle board ternyata ngeri-ngeri sedap, ya?
__
Bukan gue kalo nggak random.
Niat gue ke Jogja sebetulnya untuk nulis salah satu projek sambil ngedit video Menamatkan Bali, tapi malah berujung ke mana-mana.
Dan semuanya, gak ada yang bener. Hohoho.
Begitu sampai sana, besoknya gue nonton Stand Up Comedy Jambore di Hutan Pinus Mangunan. Ini pertama kali gue nonton Stand Up lagi setelah sekian lama. Acaranya ancur paraaah!
Malamnya, gue jemput Fuad, salah satu kreator asal Purwokerto. Rencana awalnya adalah setelah dari Yogyakarta, gue akan lanjut ke Purwokerto lalu bertualang bareng dia.
Gue emang udah lama follow Fuad di Instagram, tapi kami jarang ngobrol. Mentok-mentok kirim emot api di stories.
Begitu ketemu, first impression gue ke dia adalah: ni orang lemes amat ya? Dengan rambut yang menjuntai, kadang jadi poni, kadang belah tengah, jalan lambat, dan ngomong pelan kayak orang lagi bisik-bisik.
Kami hampir ke apotek untuk beli Sangobion, tapi Fuad bilang, “aku nggak kurang darah, Bang.” Jadilah petualangan pertama gue dan el klemer (Fuad) adalah sebuah tempat bernama Plunyon Kalikuning. Lokasinya di kaki gunung merapi. Tempatnya asik abis! Fuad sampe kaget karena dia pikir tempat ini cuma jembatan kuning, tempat orang foto-foto, lalu udah, kayak yang ada di banyak review google.
Tapi, ternyata kita bisa trekking ke belakangnya. Berjalan terus di antara lembah hijau yang di bawahnya mengalir sungai.
Fuad cerita bahwa ini adalah pertama kalinya dia naik kereta. Sebelumnya dia motoran dari Purwokerto ke Jogja. 5 jam. Dia juga cerita bahwa dia anak kedua. “Kayak tipikal anak tengah aja, Bang,” katanya, yang bikin dia lebih suka pergi ketimbang di rumah karena merasa invisible. Dia sempat bekerja di coffee shop sebagai content creator, tapi sekarang mutusin jadi full time creator.
Di tengah obrolan, Fuad sibuk dengan hapenya. Begitu gue deketin, ternyata dia video call sama cewek.
Si anjing malah pacaran, pikir gue waktu itu.
“Terus aja, terus,” katanya, sambil berjalan ke arah balik.
Wah, apa nih? Kenapa dia ngarah balik? Siapa cewek ini? Kenapa Fuad jadi tukang parkir? (lho).
Ternyata, cewek ini adalah Lulu, teman Fuad sewaktu kerja di coffee shop dulu. Dia datang ke Yogyakarta untuk ikutan audisi Indonesian Idol–yang pada akhirnya gajadi dan milih buat nyusul ke sini.
Terus terang, gue agak kaget karena Fuad tidak cerita tentang si cewek ini. Tapi, pada akhirnya kami nemu satu tempat yang asik untuk mengobrol.
Buat gue, kadang hal-hal dadakan kayak gini nyebelin karena di luar rencana. Tapi kalo dipikir-pikir lagi justru yang harusnya nyesel adalah Lulu. Niat ikut Indonesian Idol, eh malah ketemu kontestan Pildacil.
Tapi, hal-hal kayak gini yang kalo diinget lagi malah suka bikin nyengir. Yang ngingetin bahwa dunia ini begitu random dan terkadang kita gak bisa apa-apa. Kita cuma bisa ikutin aja, sambil ketawa-tawa di suatu lembah di Yogyakarta.
Siangnya, dimulailah play with strangers yang udah direncanain sejak sehari sebelumnya. Yak, kita main paddleboard, bung!
Buat yang nggak tahu, paddle board adalah permainan semacam surfing, tetapi, ketimbang menaklukan ombak, yang kita lakukan adalah berteman dengan air yang tenang, lalu mendayung sambil berdiri.
Para Pendayung Handal yang join ada gue, Neo, Firda, dan tentu aja, el klemer from Purwokerto. Lucunya, di antara kami berempat tidak ada satupun yang asli Jogja. Neo adalah cowok superaktif asal Manado, sementara Firda adalah cewek dari Cilacap… yang lebih panik kalau bulu matanya copot ketimbang tenggelem.
Tempat kami main paddle di sungai Oya. Sebuah sungai lebar di antara lembah di sisi tenggara Yogyakarta. Melihat penampakan sungainya dari atas, gue udah mikir, “Wah, kayaknya asik juga nanti muter-muter di sana. Bolak-balik dari satu sisi ke sisi lain sungai.”
Ya, gue pikir kami cuma akan bolak-balik dari satu sisi lebar sungai ke sisi seberang. Tapi, bayangan ini sirna begitu Mas Supri, guide yang memandu kami bilang, “Nanti trek kalian 2 Km ya. Satu kilo berangkat, satu kilo pulang.”
Dua… Kilo?
Sambil ngedayung?
Berdiri?
Di atas papan?
Di atas aliran sungai?
Kalimat dua kilo itu bikin dengkul gue gemeter. Jangankan dua kilo, ini gue bisa berdiri aja udah syukur. Gue udah ngebayangin gue akan coba berdiri, jatoh, lalu hanyut sampe Suramadu.
“Ini aman kan, Mas?”
“Aman,” jelas Mas Supri. “Nanti sampe sana akan saya kasih kelapa muda.”
Oh, ya. Terima kasih Mas Supri. Jawaban yang sangat membantu sekali. Paling nggak, sekarang gue bisa hanyut sambil pegangan batok kelapa.
Awalnya sesuai kayak dugaan gue. Manusia cupu ini ngang ngong ngang ngong doang di atas papan. Jangankan untuk ambil dokumentasi, buat ngedayung ke arah yang bener aja aku tolol.
Tapi lama-lama seru juga sih. Ngeliat Fuad yang lengah dikit jatoh (kacamatanya sampe hilang karena dia jatoh ke sungai), Firda yang lengah dikit langsung ngebut, dan Neo yang lengah dikit pengen buka jaket pelampung dan loncat dari tebing.
Produk Manado emang beda, Bung.
Terus terang aja, kami nggak banyak foto dan ngobrol karena… KITA SIBUK MENYELAMATKAN DIRI WOY! Kami masih pengin punya hari esok. Dan setelah bersusah payah selama satu jam, sibuk mendayung papan ke arah yang benar, melawan arus, mencoba berdiri berkali-kali, menghindari tabrakan satu sama lain, sampai juga kami di ujung sungai.
Dan gue dapat kelapa muda.
Bukan untuk pegangan sambil hanyut, tapi disantap bersama yang lain.
Untungnya, perjalanan pulang lebih asik karena kami terbantu aliran arus (Walaupun ada drama Firda ngamuk karena hape yang dititip ke Mas Supri untuk foto-foto ternyata nggak ada hasilnya sama sekali.)
Jadilah kami gak ada dokumentasi proper.
But it’s been fun! A really fun one! :D
Pasti gue pengen lagi. Entah nyobain paddle lagi di tempat lain, atau ketemu manusia-manusia laknat itu lagi, dengan permainan yang berbeda.
wihh seru bet bang! ditunggu cerita2 seru lainnya